Telanjur Disentil Mendikdasmen, Dedi Mulyadi Tegaskan Jam Masuk Sekolah Pukul 06.30, Bukan 06.00 WIB

Jawa Barat – Telanjur menjadi pro kontra hingga Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) angkat suara, Gubernur Jawa Barat mengklarifikasi jam masuk sekolah resmi di Jawa Barat.
Kalau sebelumnya ramai dikabarkan jam masuk pukul 06.00 WIB, dalam pengumuman terbaru Dedi Mulyadi menegaskan siswa sekolah harus masuk pukul 06.30 WIB mulai tahun ajaran baru 2025-2026.
Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Dedi dalam pernyataan resminya yang disampaikan melalui video, Rabu pagi (4/6/2025), jelang pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Tasikmalaya di Gedung Pakuan.
“Sekali lagi, sekolah di Jawa Barat dimulai pukul 6.30,” kata Dedi Mulyadi dalam video yang diunggah di media sosial, Rabu (4/6/2025).
Saat dikonfirmasi via telepon bahwa isu yang ramai sekolah masuk pukul 06.00, Dedi mengklarifikasi bahwa hal itu tidak benar.
“Kata siapa pukul 06.00? Dalam Surat Edaran juga disebutkan sekolah masuk pukul 06.30,” tandas Dedi dikutip dari kompas.com.
Dedi Mulyadi lalu mengirimkan salinan surat edaran tentang jam dimulainya belajar.
Sesuai Surat Edaran Nomor: 58/PK.03/DISDIK tentang Jam Efektif pada Satuan Pendidikan di Provinsi Jawa Barat bahwa pembelajaran diselenggarakan dari Senin sampai Kamis mulai pukul 06.30 dan durasi 195 menit per hari.
Sementara pada Hari Jumat jam mulai belajar sama, hanya durasinya 120 menit per hari.
Sebelumnya, kabar tentang jam masuk sekolah pukul 06.00 WIB menjadi sorotan luas.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti mengingatkan Dedi Mulyadi, bahwa sudah ada aturan resmi yang mengatur soal jam belajar dan hari sekolah.
Abdul Mu’ti pun menghimbau agar semua kebijakan pendidikan tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku.
“Ini kan ada ketentuan kementerian tentang berapa lama belajar di sekolah, kemudian juga hari-hari sekolah itu ada ketentuannya,” kata Mu’ti dikutip dari Kompas.com, Rabu (4/6/2025).
Mu’ti juga menekankan bahwa Perpres Nomor 87 Tahun 2017 sudah menjadi acuan sah dalam pendidikan karakter dan jam belajar.
“Kami harapkan senantiasa mengacu kepada apa yang sudah menjadi kebijakan di kementerian,” tegasnya.
Tak hanya Mendikdasmen, kebijakan ini juga disorot psikolog dari Universitas Islam Bandung (Unisba), Stephani Raihana Hamdan.
Stephani mengatakan jam masuk sekolah yang dibuat maju dari biasanya itu akan berdampak secara mental kepada para siswa.
Jika peraturan itu dianggap sebagai hal negatif maka akan berdampak negatif pula pada mental siswa tersebut.
“Jadi kalau bicara ke kesehatan mental, ya itu tadi kalau dia menilainya negatif maka semua bisa dibawa ke negatif karena semua itu ada di penghayatan,” ujarnya saat dihubungi TribunJabar, Minggu (1/6/2025).
Jika berkaca ke luar negeri, kata dia, berdasarkan hasil penelitian, bahwa penerapan jam sekolah terlalu pagi tersebut, persepsinya memang dinilai negatif karena ada tuntutan tenaga pendidik dan siswa untuk bangun lebih pagi.
“Karena hal-hal yang seharusnya bisa tenang dan santai di pagi hari untuk siap-siap, itu jadi harus cepat-cepat. Jadi persepsinya negatif, tapi persepsi itu sifatnya subjektif,” ucapnya.
Namun, kata Stephani, urusan bangun tidur lebih pagi demi masuk sekolah pukul 06.00 WIb bukan hal mustahil untuk dilakukan.
Jika siswa menjadikan bangun pagi sebagai kebiasaan, maka dia tidak akan kesulitan masuk sekolah tepat waktu.
“Pada prinsipnya, bangun atau tidak bangun pagi-pagi itu lebih ke kebiasaan saja, bukan berarti orang gak bisa bangun pagi, semua orang bisa. Hanya apakah dia akan membiasakan diri apa tidak,” ujar Stephani.
Tentu, jika aturan baru ini dianggap sebagai tantangan positif, maka akan berdampak positif pula kepada siswa.
Stephani menyarankan agar para siswa menerima gagasan Dedi Mulyadi itu.
“Jadi nikmatilah karena ini aturan yang sifatnya baik, maka sikapi dengan positif. Kalau sikap positif, maka bisa mengubah kebiasaan dan merasa tidak terbebani, sehingga bisa berdaptasi, kemudian mengikuti sekolah dan kehidupan sehari-hari dengan baik,” katanya.
Ditolak Orangtua Siswa dan Guru
Sebelumnya, Ketua Fortusis Jabar, Dwi Subianto mengatakan, terkait kebijakan tersebut tentu aturannya harus jelas, terutama ketika siswa sudah tiba di sekolah atau sudah berada di kelas pada pukul 06.00 WIB.
“Kalau itu digunakan untuk pengajian ya gak apa-apa, bagus. Tapi jam 6 pagi itu mau ngapain saja, apakah ada yang namanya pengajian atau apa, gak mungkin kalau olahraga,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (1/6/2025), melansir dari Tribun Jabar.
Atas hal tersebut, Dwi mewanti-wanti jika pemerintah ingin mengubah kurikulum, tentunya harus ada induk acuannya agar tidak merugikan masyarakat, mengingat di masing-masing satuan ada induk kurikulumnya.
“Jadi ada blue books, ada kisi-kisinya, nah itu jangan diubah. Maka sebelum diputusin masuk pagi itu, harus ada bedah kurikulum induk dulu, terus konten apa yang harus disisipkan, baru bicara waktu,” kata Dwi.
Untuk itu, dia menyarankan Dedi Mulyadi meminta pendapat ahli sebelum menerapkan kebijakan tersebut agar nantinya tidak sampai merugikan masyarakat, terutama siswa di setiap sekolah di wilayah Jawa Barat.
“Jadi pak gubernur gak memahami itu, seharusnya kan memanggil ahli, minta pendapat ahli, baru diputuskan konten yang diinginkan. Kalau masih harus dintroduksi, ya ubah kurikulumnya, sehingga tidak merugikan semua pihak,” ucapnya.
Dwi mengatakan, sebelum kebijakan masuk sekolah pukul 06.00 WIB ini diterpakan, harus dilakukan kajian yang sangat matang agar tidak melanggar aturan yang selama ini telah diputuskan oleh pemerintah pusat.
“Kalau ini mau diterapkan harus dikaji, benar gak sesuai dengan aturan, dan sesuai dengan juklak juknis yang sudah ditentukan kementerian. Jadi, pada intinya jangan sampai juklak juknis enggak nyambung,” ujar Dwi.
Terpisah, Nendah, warga yang juga seorang guru, menyatakan penolakannya terhadap kebijakan tersebut.
Sebagai orangtua, ia harus menyiapkan sarapan dan mempersiapkan anaknya sebelum berangkat sekolah.
“Kalau saya mah nggak setuju. Baik posisi seorang ibu atau posisi guru juga,” ujarnya, Senin (2/6/2025).
Nendah menambahkan, persiapan yang matang sangat penting agar anak-anak dapat berkonsentrasi belajar.
“Sarapannya penting supaya anak-anak lebih konsentrasi belajar, membuat bekal – meminimalisir jajan sembarangan di lingkungan sekolah,” jelasnya.
Ia juga mengkhawatirkan dampak dari jam masuk yang terlalu pagi terhadap mood anak, terutama bagi siswa TK dan SD kelas bawah.
“Setiap anak berbeda dan tidak bisa disamakan,” imbuhnya.
Senada dengan Nendah, Adi, warga Sukajadi, juga menolak kebijakan tersebut.
Menurutnya, memindahkan jam masuk sekolah tidak akan memecahkan masalah disiplin.
“Itu gak memecahkan masalah disiplin. Menurutku, soal meningkatkan disiplin itu bukan dengan memindahkan jam masuk sekolah, tapi soal bagaimana dia bersikap dan bertutur kata yang baik pada orang lain,” ungkapnya.
Adi menambahkan, perubahan jam masuk sekolah akan memaksa anak-anak untuk berangkat lebih pagi dan memerlukan adaptasi yang berbeda-beda dari setiap anak.
Reaksi serupa datang dari Refi (38), yang juga mengekspresikan ketidaksetujuan terhadap rencana tersebut.
Ia menilai, kebijakan ini akan berpengaruh pada pola bangun tidak hanya anak, tetapi juga seluruh keluarga.
“Kurang setuju terlalu pagi. Kalo misal sekolah jam 6, kemungkinan anak dan orang tua harus bangun sekitar pukul 4.45 WIB,” katanya.
Refi berharap agar jam sekolah kembali ke waktu normal, karena tidak semua anak dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut.