Melihat Masalah dari Dua Kacamata: Dedi Mulyadi dan Pramono Anung Tawarkan Pendekatan Berbeda untuk Anak Nakal

Jawa Barat – Dua kepala daerah dengan pengaruh besar di Indonesia menunjukkan pendekatan yang sangat berbeda dalam menyikapi persoalan anak nakal dan kenakalan remaja seperti tawuran pelajar. Perbedaan visi antara Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, dan Pramono Anung, Gubernur DKI Jakarta, memunculkan diskusi publik mengenai cara terbaik membina generasi muda bangsa.
Dalam pernyataannya, Dedi Mulyadi menekankan pentingnya kedisiplinan dan ketegasan. Ia menilai bahwa anak-anak nakal perlu merasakan pelatihan militer yang keras agar memiliki rasa tanggung jawab dan mental tangguh. “Anak tawuran harus dididik dengan tegas. Kalau perlu, kirim ke barak militer,” ujarnya tegas.
Sebaliknya, Pramono Anung menyoroti pendekatan yang lebih lunak namun mendalam. Ia percaya pada metode rekonsiliasi emosional dan intelektual, seperti membawa anak-anak bermasalah ke perpustakaan, mengajak diskusi, hingga memberikan ruang spiritual seperti sholawat bersama. “Anak-anak yang bermasalah perlu ditemani, didengarkan, bukan langsung dimarahi,” jelasnya.

Perbedaan ini mencerminkan dua filosofi kepemimpinan yang kontras:
Dedi Mulyadi mengedepankan struktur, ketertiban, dan pembentukan karakter lewat jalur keras. Pramono Anung memprioritaskan pendekatan personal, empati, dan transformasi dari dalam.
Meski berbeda jalur, keduanya sepakat bahwa kenakalan remaja tidak bisa dibiarkan. Yang menjadi pertanyaan adalah: jalan mana yang lebih efektif dalam jangka panjang?
Diskursus ini tidak hanya mencerminkan gaya kepemimpinan masing-masing, tetapi juga membuka ruang dialog lebih luas soal arah pendidikan dan pembinaan karakter anak bangsa.