UU Kesehatan Digugat, Menkes Hadir di MK: Negara Jamin Hak Rakyat atas Layanan Kesehatan

Jawa Barat – Mahkamah Konstitusi (MK) RI menggelar sidang lanjutan pengujian materiil terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Selasa (4/6), dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden dan pihak terkait.
Hadir dalam sidang di Ruang Sidang Pleno MK, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mewakili Presiden sebagai kuasa untuk menyampaikan keterangan pemerintah atas uji materi tersebut.
“Agenda sidang pada pagi atau siang hari ini adalah untuk mendengar keterangan dari pemerintah atau Presiden,” ujar Ketua MK, Suhartoyo, saat membuka persidangan.
Turut mendampingi Menkes, antara lain Sekjen Kemenkes Kunta Wibawa Dasa Nugraha, Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kemenkes Asnawi Abdullah, dan Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Dhahana Putra.
UU Kesehatan: Kodifikasi, Bukan Pembatasan
Dalam keterangannya, Menkes Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa UU Kesehatan adalah bentuk tanggung jawab negara dalam menjamin hak masyarakat atas layanan kesehatan yang mudah, merata, dan bermutu tinggi.
“UU ini menyatukan sistem hukum kesehatan yang sebelumnya terfragmentasi di berbagai peraturan, serta menata ulang relasi kelembagaan agar lebih proporsional dan berorientasi pada masyarakat,” jelas Menkes.
Ia menambahkan, UU Kesehatan disusun dengan pendekatan integratif—tidak lagi berpusat pada organisasi profesi, melainkan pada pelayanan publik yang inklusif dan merata.
IDI Gugat, 14 Pasal Dipersoalkan
Perkara uji materiil ini teregistrasi dengan Nomor 182/PUU-XXII/2024, diajukan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bersama 52 pemohon lainnya yang terdiri dari dokter dan dokter gigi.
Pokok gugatan menyasar beberapa substansi strategis dalam UU tersebut, antara lain:
Penghapusan organisasi profesi tenaga medis
Pembubaran Konsil Kedokteran Indonesia
Penghapusan kolegium sebagai badan akademik
Penentuan sanksi pidana atas praktik tenaga medis tanpa izin
Dalam permohonannya, para pemohon meminta MK untuk memberikan penafsiran ulang (constitutional review)terhadap sedikitnya 14 pasal, termasuk Pasal 311 ayat (1) dan Pasal 268 ayat (1), agar tetap menjamin keberadaan IDI dan PDGI sebagai organisasi profesi.
Upaya Jaga Profesi atau Reformasi Sistem?
Isu ini menuai perhatian luas karena menyentuh relasi antara negara dan organisasi profesi kesehatan, serta menyangkut masa depan tata kelola kesehatan nasional.
Dekan Fakultas Hukum UNY, Prof. Mukhamad Murdiono dalam forum terpisah sebelumnya menilai, kodifikasi hukum dalam UU Kesehatan ini adalah peluang reformasi hukum sektor kesehatan, namun tetap perlu dialog dan kejelasan norma untuk menghindari multi-tafsir dan benturan di lapangan.
MK akan melanjutkan agenda persidangan dengan mendengarkan keterangan ahli dan saksi dari berbagai pihak sebelum memutus perkara secara final.***